post image
Selamat datang di kebun kecilku. Foto: dokumen pribadi.
KOMENTAR

Merupakan kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri, ketika aku dapat menyajikan hidangan untuk keluarga dengan bahan-bahan segar yang tersedia di kebun sayuran di pekarangan rumah. Dengan perawatan yang aku berikan, sayuran-sayuran itu tumbuh dan menjadi penopang ketahanan pangan untuk keluargaku. Ya, berkebun sayuran (dan juga beternak ayam dan itik) menjadi aktivitas utamaku dalam menjalani hari-hari mengikuti suami di benua Afrika ini.

Bila kuamati di beberapa media sosial, berkebun rupanya menjadi tren baru di kalangan kaum urban perkotaan terutama di masa pandemi virus corona. Sempit atau tiadanya lahan tidak menjadi kendala. Hal ini malah menjadi tantangan tersendiri untuk mereka menemukan metode-metode kreatif yang tentunya semakin menjadikan kegiatan berkebun ini lebih menarik dan menyenangkan.  

Bahkan di masa lockdown ini tidak jarang orang yang memilih berkebun di dalam rumah dengan memanfaatkan kotak-kotak kontainer bekas, ember-ember bekas dan sebagainya. Kemudian meletakkannya di beranda atau di dalam rumah di dekat jendela.

”Berkebun adalah kegiatan bersifat terapi dan paling menantang yang dapat Anda lakukan. Terdapat begitu banyak metafora dalam berkebun – yaitu Anda diajak mampu mengolah diri Anda sendiri, belajar merawat sesuatu dan belajar pula bahwa tidak ada sesuatupun yang bersifat instan,” ujar Ron Finley, seorang aktivis kegiatan berkebun dari wilayah urban Los Angeles.

Melalui tangan kreatifnya, Ron telah menyulap lahan sempit di antara trotoar dan jalan raya di lingkungan tempat tinggalnya menjadi kebun buah, bunga, dan sayuran. Usahanya ini sempat mendapat tentangan dari pemerintah setempat, namun Ron tidak menyerah dan berhasil meyakinkan mereka bahwa upayanya ini adalah sebuah bentuk kepeduliannya untuk memberikan ’hal-hal baik’ kepada lingkungan sekitar.

Plant some shit adalah mantra sederhana dari pria ini dan di masa lockdown pesannya ini telah menyebar sedemikan rupa ke banyak tempat, ”Banyak orang bersatu dan mulai menyadari bahwa ’berkebun bukan hanya untuk diri sendiri’ – dan berkebun dapat menyatukan dan menguatkan sebuah komunitas masyarakat. Kematian akibat kelaparan dapat dihindari, karena masyarat mampu berdiri sendiri menyediakan bahan pangan untuk hidup mereka."

Yang sering aku alami ketika mempromosikan kegiatan berkebun adalah jawaban pesimistik dan serupa dari banyak orang seperti, "Ah, aku tidak punya green finger seperti kamu."

Aku hanya bisa tersenyum kecut, dan berkata pada diri sendiri bahwa kesadaran untuk menyediakan bahan pangan berkualitas untuk keluarga dan juga di saat yang sama menjaga kelestarian lingkungan melalui metode berkebun organik tanpa penggunaan pupuk dan pestisida kimia, memang bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan, karena semuanya harus didasarkan niat diri sendiri yang kuat.

Sebagai manusia tentunya kita tidak pernah terlahir dengan green finger. Namun, green finger terbentuk melalui proses. Proses terjadi karena adanya keberanian untuk memulai dan tidak takut gagal. Karena sesungguhnya tidak ada tanaman yang rumit bila Anda mulai belajar mengetahui apa-apa saja yang diperlukan tanaman untuk hidup, yaitu pastikan tanaman mendapat asupan sinar matahari, air, dan ruang yang cukup, serta perawatan rutin untuk mencegah hama dan penyakit.

Jadi alasan tidak punya green finger buat aku sudah basi dan tidak lagi bisa digunakan sebagai alasan untuk tidak mulai berkebun!

KOMENTAR ANDA

Dosen FKG Unpad Beri Tips Obati Sakit Gigi yang Bisa Dilakukan Sendiri

Sebelumnya

5 Jenis Sayuran Hijau Paling Sehat

Berikutnya

Artikel Gaya Hidup