post image
Penampakan Pasa Kenari (Sumber foto: Tribunnews).
KOMENTAR

Berbagai alat listrik seperti kabel dan lampu menjadi pemandangan yang lazim dijumpai ketika menginjakkan kaki di Pasar Kenari, Salemba. Namun, begitu melangkah naik ke lantai tiga, bukan lagi alat listrik yang terlihat, melainkan beragam jenis buku dan sebuah kedai kopi.

Sejak April 2019, pedagang buku yang biasa berjualan di Kwitang dan Senen memang sengaja dipindahkan ke Pasar Kenari. Berbagai fasilitas pun disediakan untuk memanjakan pengunjung. Meja dan sofa untuk membaca, co-working space hingga ruang menyusui pun telah disediakan. Tak lupa, pendingin udara dipasang untuk menyejukkan ruangan agar pengunjung betah untuk memilih buku dan membacanya pula di sana.

Para pedagang pun diberi kemudahan dengan dibebaskan biaya sewa kios selama setahun. Namun, kemudahan ini tak turut membuat pedagang senang. Banyak pedagang mengeluh karena sepinya pengunjung.

Sumarlin (38), berjalan dengan tergesa. Sesekali, ia berlari-lari kecil. Hampir di setiap kios, ia berhenti sambil bertanya ke pedagang di kios.

“Ada buku Perempuan di Titik Nol, bang? Ini dicari-cari dari tadi susah,” ujar Sumarlin dengan napas yang terengah-engah. Pencariannya pun nihil. Ia kembali ke kiosnya untuk menemui calon pembeli yang sudah menunggu buku yang dicarinya itu.

Begitulah aktivitas yang dilakukan Sumarlin setiap hari. Begitu buku yang dicari pembeli tak ada di kiosnya, ia langsung mencari di kios lain. Menurutnya, pedagang di sini terbiasa bekerja sama agar buku cepat laku. Ia juga sering menawarkan pada pembelinya untuk memesankan dulu ketika buku yang dicarinya tidak ada di semua kios.

“Di sini kan sepi. Jadi ya kita saling bantu aja pokoknya,” kata dia.

Sebelum pindah, Sumarlin berjualan di sekitar terminal Senen. Dulu, ia bisa meraih keuntungan hingga Rp500 ribu per hari.  Namun, saat pindah ke Pasar Kenari, ia pernah sampai tak menjual satu pun buku dalam sehari. Akhirnya, Sumarlin pun memutuskan untuk berjualan secara daring.

“Lebih laku di online, ya daripada ini buku-buku berdebu aja di sini. Mending dipasarkan secara online. Padahal dikira pas tahun ajaran baru kemarin bakal banyak anak sekolah yang beli buku di sini. Eh ternyata sepi banget,” kata dia.

Kondisi serupa dialami Berry, pedagang yang sudah berjualan buku bekas di Senen sejak 1986. Dulu, begitu pagi hari tiba, ia sangat antusias membuka kiosnya. Banyak pelajar dan mahasiswa yang mampir untuk menanyakan berbagai macam buku sambil sesekali mengajaknya berdiskusi berbagai macam hal. Dari situ, banyak ilmu yang akan didapatnya. Ilmu tersebut pun akan diberikannya pula ke pengunjung lain. Sekarang, saat kondisi sepi ia jarang mengalami situasi seperti itu.

“Kita ngobrol sama pembeli. Nanti obrolannya itu kita kasih tau juga ke pembeli lainnya. Ngomongin isi bukunya juga. Yah sekarang susah lagi mau begitu,” kata dia

Berry menambahkan, saat ini kios-kios buku di Pasar Kenari memerlukan bantuan promosi dari seluruh masyarakat. Baginya, jika promosi hanya digencarkan pemerintah, kondisi seperti ini tak akan berubah. Fasilitas yang begitu lengkap pun nantinya akan menjadi pajangan saja karena tak pernah dipakai.

“Harus banyak anak-anak muda yang promosi lewat media sosial. Satu orang datang ke sini, langsung kasih tau ke teman-temannya. Sekalian juga untuk menggencarkan agar banyak yang suka baca buku, sesuai programnya pak Anies. Kalau lagi tidak ingin beli buku, ya ke sini aja manfaatkan fasilitas untuk baca buku. Yang penting ramai dulu,” pungkasnya.

Saat ini memang banyak masyarakat yang belum mengetahui kios buku di Pasar Kenari. Banyak yang memilih beralih ke Jatinegara saat mengetahui sudah tidak ada kios buku di Kwitang dan Senen. Hal ini diungkap Amanda, Via, dan Tanti. Tiga mahasiswi Universitas Indonesia ini pun baru-baru ini mengetahui adanya kios buku di Pasar Kenari. Padahal lokasi kampusnya sangat dekat dari Pasar Kenari.

“Dulu kita sering ke Kwitang dan Senen. Tapi baru ini tau kalau pindah ke Kenari, lihat di instagram. Terus kaget juga masih sepi banget. Padahal tempatnya enak, sejuk, ada kedai kopi juga,” ujar Amanda.

Ketiganya mengatakan, kurangnya publikasi menjadi faktor utama sepinya pengunjung. Mereka menambahkan, dari pintu masuk Pasar Kenari pun hanya ada beberapa spanduk bertuliskan Wisata Buku di Lantai 3 yang letaknya kurang strategis sehingga tidak terbaca.

KOMENTAR ANDA

Dosen FKG Unpad Beri Tips Obati Sakit Gigi yang Bisa Dilakukan Sendiri

Sebelumnya

5 Jenis Sayuran Hijau Paling Sehat

Berikutnya

Artikel Gaya Hidup