post image
Dr. Andi Desfiandi/Foto: Berita24.id
KOMENTAR

Dr. Andi Desfiandi, Ketua IKA Unpad Komda Lampung, Ketua Lembaga Perekonomian NU Lampung

Pemerintah belum lama ini berencana menerapkan new normal atau kenormalan baru, di mana beberapa daerah zona hijau dilonggarkan pembatasannya, namun dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

Secara bertahap aktivitas perekonomian, sekolah, tempat ibadah, pasar, dan lain-lain akan dijalankan namun dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi.

Maksud pemerintah tentunya baik, yakni agar terjadi keseimbangan bagi rakyat untuk bisa beraktivitas kembali, tetapi tetap menjaga kesehatan di tengah pandemi virus corona yang belum usai.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menetapkan ada 6 kriteria, sedangkan di Indonesia hanya menetapkan ada 3 kriteria utama yang harus dipenuhi untuk bisa menerapkan new normal tersebut untuk daerah-daerah yang termasuk zona hijau atau penyebaran virus corona sudah terkendali.

Beberapa negara maju sudah menerapkan new normal termasuk negara-negara yang sebelumnya menerapkan lockdown, karena menganggap penyebaran virus tersebut sudah terkendali dan penularannya menurun drastis.

Kebijakan tersebut dilakukan karena salah satunya adalah ekonomi negara dan rakyatnya menurun sangat drastis hingga menuju krisis ekonomi yang sangat buruk.

Namun, setelah new normal tersebut dilaksanakan ternyata penyebaran virus corona atau COVID-19 meningkat tajam. Hal ini diduga karena masyarakatnya lalai menjalankan protokol kesehatan, sehingga beberapa negara, misalnya Korea Selatan kembali menerapkan pembatasan dengan ketat.

Bagaimana dengan Indonesia, apakah akan berhasil atau nasibnya akan sama seperti Korea Selatan, Jerman, Tiongkok, dan lain-lain yang melonggarkan pembatasan tetapi malah meningkatkan penyebaran virus di negara-negara tersebut?

Apalagi tidak semua masyarakat Indonesia memahami apa maksud dari new normal dan tingkat kedisiplinan kita jauh di bawah negara-negara yang disebutkan di atas.

Jangan sampai persepsi masyarakat menganggap bahwa kenormalan baru tersebut dimaknai sebagai kembali normalnya kehidupan seperti sebelum pandemi dan semakin lalai menjalankan protokol kesehatan.

Sehingga sosialisasi dan edukasi kepada seluruh elemen masyarakat termasuk aparat dan tokoh-tokoh agama serta tokoh masyarakat harus efektif, sebelum diberlakukannya new normal yang sebenarnya sudah tidak normal lagi ini.

Harus kita pahami bahwa pandemi virus corona ini entah kapan benar-benar berakhir, apalagi ada kemungkinan virus tersebut bermutasi yang menyebabkan timbulnya pertanyaan apakah vaksin maupun obat yang nanti akan ditemukan juga bisa digunakan sebagai penawar virus yang sudah bermutasi atau tidak?

Kebiasaan baru atau tatanan baru dalam kehidupan kita ke depan entah sampai kapan harus kita jalani agar mampu bertahan hidup dan menjadi pemenang melawan COVID-19. Saya lebih cenderung menyebut dunia atau Indonesia harus bersiap menjalani new norm atau norma baru yang artinya kita akan menjalani “perilaku baru” atau “tatanan baru” atau “standar baru” atau “aturan baru” dalam menjalani seluruh aktivitas apapun hingga dunia benar-benar sudah bebas dari virus corona, dan mungkin pada akhirnya kemudian menjadi “budaya baru” kalau hal ini berlangsung lama.

Istilah "norma baru" mungkin akan lebih mudah dipahami oleh masyarakat dibandingkan dengan "kenormalan baru", selain asing bagi sebagian besar masyarakat, juga untuk menghindari salah persepsi bahwa hidup dan perilaku kita sudah tidak bisa normal lagi.

Pilihan untuk menjalankan "norma baru" tersebut memang pilihan yang juga akan menimbulkan pro dan kontra. Tapi pasti mayoritas akan setuju, karena tidak akan ada satupun negara atau masyarakat yang sanggup bertahan hanya dengan berdiam diri saja.

Tapi tentunya, pemberlakuan kebijakan tersebut harus melalui kajian yang mendalam dan hati-hati, serta harus mempersiapkan diri apabila kebijakan tersebut tidak sesuai dengan harapan.

Mari kita semua bersiap menyongsong era “norma baru” dengan beradaptasi dan mengubah kebiasaan kita untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, sambil kita mulai beraktivitas secara bertahap dan jangan lupa untuk selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Wallahualam.

KOMENTAR ANDA

Irawati Hermawan: Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sangat Layak Jadi Pahlawan Nasional

Sebelumnya

Menlu Retno: Bagi Saya Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sudah Seorang Pahlawan

Berikutnya

Baca Juga

Artikel Aktual