post image
John Travolta kala Memerankan Tony Manero dalam Film Saturday Night Fever. Sumber: Spin.com
KOMENTAR

Jika kita mengenang kembali era tahun 70an hingga 80an, ada satu skena musik yang sangat digemari pada masa itu, yaitu disko. Mendengar kata “disko” biasanya akan tersirat di pikiran kita mengenai kehadiran DJ (Disc Jockey) yang memainkan musik-musik upbeat, suasana yang hingar-bingar, dan kerumunan orang yang berjoget dengan pakaian serba ketat di dalam ruangan yang gemerlap. Di balik semua itu, musik ini punya sejarah panjang dari awal kelahirannya, hingga bagaimana ia bisa masuk ke Indonesia untuk kemudian sempat mati dan bangkit kembali.

Lahirnya istilah Disko

Istilah "Disko" berasal dari nama sebuah klub kecil di daerah Rue de la Huchette, Perancis, yang bernama La Discothèque. Pada tahun 1930an, tempat ini digunakan oleh sekelompok pemuda yang menamai dirinya sebagai Les Zazous sebagai tempat berkumpul untuk merencanakan perlawanan terhadap pasukan NAZI yang pada saat itu sedang menduduki Perancis. Di klub ini juga mereka seringkali berkumpul untuk berdansa sembari mendengarkan rekaman lagu-lagu swing dan jazz ala Amerika yang sempat dilarang diputar oleh pasukan NAZI pada waktu itu. Seusai perang, klub-klub seperti ini menjadi semakin terkenal dan mulai menyebar ke kota-kota di Eropa hingga Amerika.

Pada tahun 1970an para DJ klub-klub disko di Amerika mulai memainkan musik tanpa terputus menggunakan dua pemutar piringan hitam. Musik yang dimainkan awalnya merupakan musik berirama soul, funk dan latin, namun perlahan-lahan musik-musik yang mereka mainkan ini mulai mendapat pengaruh dari genre musik lain seperti psikedelik, salsa dan pop-rock. Pengaruh baru ini kemudian melahirkan genre musik baru yang disebut sebagai musik disko, sebagaimana yang kita kenal saat ini. Pada dekade ini musik disko mengalami kejayaannya, ditandai dengan semakin populernya musisi-musisi disko seperti KC and the Sunshine Band, Bee Gees, dan Kool and the Gang.

Dari Jakarta ke Seluruh Indonesia

Seiring dengan masuknya pengaruh budaya barat di Indonesia pada tahun 1970an, musik disko menjadi makin dikenal dan populer di tanah air. Kepopulerannya ditandai dengan berdirinya diskotek pertama di Jakarta yaitu Tanamur (Tanah Abang Timur) pada November 1970. Pengunjungnya pun beragam, mulai dari para pekerja kantoran, hingga kaum muda-mudi. Menyusul berdirinya diskotek Tanamur, diskotek-diskotek lainnya seperti Mini Disco, Pit Stop, Disco 369, dan lain-lainnya pun mulai menjamur di Jakarta dan kemudian menyebar juga ke kota-kota lainnya di Indonesia.

Rilisnya film berjudul "Saturday Night Fever" yang dibintangi oleh John Travolta pada tahun 1977 juga turut membuat demam musik disko semakin terasa di tanah air. Pada masa ini, disko di Indonesia memasuki masa jayanya. Banyak perusahaan-perusahaan rekaman yang mulai merekam dan mempopulerkan lagu-lagu disko. Diluar diskotek, para pemuda generasi 70an pun mulai menikmati disko sebagai cara merayakan acara-acara kelulusan, pesta ulang tahun dan malam keakraban dengan menyewa alat-alat disko dari para pemilik usaha disko mobile.

Matinya Disko di Tanah Air?

Namun sayang pada tahun 90an musik disko mulai kehilangan hingar-bingarnya. Musik-musik pop-kreatif mulai mengambil hati masyarakat Indonesia. Musisi-musisi seperti KLA Project, Potret, dan Base Jam mulai menggeser popularitas musisi-musisi disko. Namun meskipun era disko sudah berakhir, warisannya tetap bertahan pada masa itu. Irama-irama musik pop pada dekade 90an masih banyak yang terpengaruh oleh irama musik disko. Bahkan dari musik disko sendiri, lahirlah sebuah genre musik dansa baru yang disebut dengan Electronic Dance Music (EDM).

Seiring dengan berakhirnya era musik disko, klub-klub hiburan malam mulai beralih pada musik-musik EDM, hingga kemudian menjelang akhir dekade 2010an musik disko mulai bangkit lagi. Bangkitnya musik-musik disko ini dikarenakan jenuhnya para generasi milenial pada musik-musik yang sedang populer yang saat ini. Mereka akhirnya mencari pelarian pada musik-musik disko lawas yang juga jadi wadah bagi mereka untuk bernostalgia. Selain itu irama musik-musik disko lawas juga masih relevan untuk didengarkan oleh generasi milenial yang menginginkan alternatif lagu untuk berjoget. Alhasil, muncullah acara-acara disko milenial seperti Suara Disko dan Videostarr. Hadirnya acara-acara disko milenial ini membuktikan bahwa selama ini disko belum mati, ia hanya tertidur panjang selama dua dekade.

KOMENTAR ANDA

Dosen FKG Unpad Beri Tips Obati Sakit Gigi yang Bisa Dilakukan Sendiri

Sebelumnya

5 Jenis Sayuran Hijau Paling Sehat

Berikutnya

Artikel Gaya Hidup