post image
KOMENTAR

Dalam sebuah kampanye tetang body positivity, artis Tara Basro memperlihatkan foto dirinya dengan pakaian senam dan mengekspos lipatan lemak di beberapa bagian. Pesan yang ingin ia sampaikan adalah bahwa tubuh berpotensi,bisa dan boleh saja memiliki lemak. Lemak menjadi persoalan jika berhubungan dengan kesehatan, namun seringkali dianggap sebagai problem kecantikan.

Kampanye tentang body-positivity tentu terhimpit banyaknya iklan yang menawarkan program weight-lost. Penerimaan atas tubuh yang bersifat gratis dikalahkan dengan tawaran menggiurkan operasi sedot lemak yang bernilai ratusan juta. Big lost for weight lost.

Weight lost diartikan sebagai hilangnya berat badan, tapi saya menafsir ulang weight lost sebagai hilangya beban. Alih-alih berfikir tentang lemak, saya membuat daftar apa yang menjadi beban untuk saya yang perlu saya buang. Alasannya sama, saya ingin lebih cantik dan sehat.

Yang pertama saya buang adalah barang. Sepuluh tahun belakangan, saya mencoba menjalani hidup yang minimalis. Memiliki barang sebatas yang saya butuhkan, tidak tergiur dengan trend terkini atau sale. Saya tentu berbelanja. Akan tetapi setiap satu barang yang saya beli, akan saya barengi dengan menyumbang satu barang. Sehingga baju di lemari saya tidak terlalu penuh dan saya tidak pusing dengan perkara memilih baju setiap hari.

Yang kedua saya buang adalah toxic relation. Baik keluarga, pasangan, maupun pertemanan. Berkumpul bersama orang-orang dengan energi yang mampu memperbaiki energi kita serta sedapat mungin menghindari orang-orang yang toxic. Menggunting relasi tentu tidak mudah. Kita dihadapkan pada dialog internal, komunikasi dengan relasi yang akan digunting, serta konstruksi sosial tentang relasi tersebut. Relasi yang baik tentu harus dibangun atas dasar kesepahaman, bukan ditetapkan oleh konstruksi sosial.

Yang terakhir saya buang adalah informasi yang keliru tentang standar penampilan bagi laki-laki dan perempuan. Saya membuat standar sendiri yang bisa jadi sama namun bisa jadi juga berbeda dengan standar pada umumnya. Namun saya menolak terjebak. Mari berfikir ulang, mana yang sebenarnya mengganggu kita, berat badan atau paksaan untuk ikut standar kecantikan pada umumnya?

KOMENTAR ANDA

Irawati Hermawan: Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sangat Layak Jadi Pahlawan Nasional

Sebelumnya

Menlu Retno: Bagi Saya Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sudah Seorang Pahlawan

Berikutnya

Baca Juga

Artikel Aktual