post image
KOMENTAR

Bukan Ramadhan biasa, tentu saja. Bukan lebaran biasa, sudah pasti. Banyak yang tak bisa berkumpul bersama keluarga. Banyak yang tak bisa mudik. Tidak ada sholat tarawih di mesjid. Tidak ada sholat Ied di lapangan. Saling berkunjung saat lebaran pun menjadi terbatas.

Memang, kita sedang melalui hari-hari yang tak biasa. Covid-19 tanpa tedeng aling-aling merubah banyak aspek kehidupan kita.

Lebih dari itu, Covid-19 menyuruh kita melakukan perjalanan terjauh, sekaligus berhadapan dengan sosok: Diri kita sendiri.

Perjalanan terjauh adalah melakukan perjalanan ke dalam diri sendiri. Pengalaman yg bisa jadi menegangkan, menyebalkan, atau sebaliknya, nyaman dan menyenangkan.

Semua tergantung pada sosok yang kita hadapi: Diri sendiri.

Jika kita benar memaknainya, maka kita sedang melakukan perjalanan spritualitas. Mencari arti, memberi makna terhadap kehidupan. Sudahkah berarti? Apakah bermakna? Inilah momen kontemplatif yang pas untuk kita sama-sama becermin.

Inilah waktu yang tepat untuk kita merenung. Jangan-jangan selama ini kita telah terjebak pada riuh rendah dan sorak-sorai hidup beserta problematikanya. Kita terseret dalam arus gelombang kompetisi hidup nan tak berkesudahan.

Sampai kita lupa bagaimana caranya berserah. Surrender. Nrimo. kita bisa jadi juga lupa bagaimana caranya berbagi. Bagaimana saling menguatkan. Bagaimana berempati.

Si Bung, sang pujangga yang hari kematiannya dijadikan hari puisi nasional, dalam penggalan sajaknya menulis: Sekali berarti. Sudah itu mati.

Covid-19, seolah memberi jeda. Memberi waktu bagi kita untuk membasuh kembali polutan yang selama ini nenempel pada jiwa.

Covid-19 memberi kita pelajaran, dengan caranya sendiri, agar kita nyaman dalam menghadapi diri sendiri. Untuk berdamai dengan luka masa lalu. Menerima dengan lapang dada apa yang sudah lalu, mengikhlaskan. Menikmati apa yang ada, sekarang. Sekaligus terus memupuk harapan di hari yang akan datang.

Saat ini juga waktu yang tepat untuk belajar hening. Sebab, secara spritualitas, pikiran yang terlalu berisik tidak akan membawa kita kemana-mana. Selama ini kita dilatih dan terlatih untuk mendengarkan suara-suara dari pikiran.

Akibatnya, kita sulit untuk mendengar suara dari hati. Momentum ini jangan sampai lepas. Kita harus terus maju. Hari ini yang lebih baik dari hari kemarin. Dan hari esok yang lebih baik dari hari ini.

Jalan panjang spritualitas telah terbentang. Selamat melakukan perjalanan. Have a nice trip. Semoga selamat sampai tujuan.

KOMENTAR ANDA

Irawati Hermawan: Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sangat Layak Jadi Pahlawan Nasional

Sebelumnya

Menlu Retno: Bagi Saya Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sudah Seorang Pahlawan

Berikutnya

Baca Juga

Artikel Aktual