post image
Sapardi Djoko Damono.
KOMENTAR

Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau takkan kurelakan sendiri

Bandung mendung.  Lalu gerimis menyertai. 
Kepergian sang penyair besar tanah air,  Sapardi Djoko Damono (SDD),  meninggalkan duka. Tapi kita tahu,  karyanya kan abadi.  

Puisi-puisi SDD menjadi akrab di telinga publik seiring dengan musikalisasi yang menyertainya.  Ada banyak sekali puisi SDD yang telah dibikin musikalisasi puisinya.  Salah satu yang terkenal adalah "Hujan Bulan Juni" (kemudian dijadikan sebuah film dan novel dengan judul yang sama).  

Puisi-puisi SDD menyajikan keindahan, gaya yang khas dalam merangkai kata,  sekaligus makna yang mendalam.

Saya bertemu SDD pada tahun 2000, untuk sebuah wawancara. SDD adalah pribadi yang sederhana dan sangat rendah hati.  Pada pertemuan itu,  kami membahas banyak hal.  Salah satunya adalah tentang Manikebu. Saya juga sempat bertanya kepada SDD,  tentang arti dari sebuah puisinya.  SDD menjawab,  silahkan saja untuk ditafsirkan masing-masing pembaca.

Pada pertemuan itu pula,  saya dikasih dua buku beliau,  "Ayat-Ayat Api" dan "Perahu Kertas".  
Puisi-puisi SDD tak melulu tentang cinta dan romantisme,  sebagaimana yang tersajikan dalam salah satu puisinya yang sangat terkenal,  "Aku Ingin".

Ada juga puisi "Dongeng Marsinah", yang bercerita tentang buruh pabrik yang bersikap kritis lalu mati secara misterius.  
Berikut potongan sajaknya: 

"Dalam perhelatan itu,  
Kepalanya ditetak,
Selangkangnya diacak-acak, 
Dan tubuhnya dibirulebamkan 
Dengan besi batangan

Detik pun tergeletak
Marsinah pun abadi
....................

Marsinah itu arloji sejati
Melingkar di pergelangan tangan kita ini". 


Hari ini,  Minggu,  19 Juli 2020, sang penyair besar itu berpulang pada usia 80 tahun.  
Berita pulangnya sang pujangga membawaku kembali mendengar musikalisasi puisi-puisi SDD.  Diiringi hujan dan secangkir kopi. 
Mencoba lagi mengeja kata-kata,  mencari makna.

Selamat jalan sang penyair besar.. 
Semoga karya-karya indahmu menjadi ibadah yang turut menyertaimu. 

"Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi diantara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati"

KOMENTAR ANDA

Irawati Hermawan: Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sangat Layak Jadi Pahlawan Nasional

Sebelumnya

Menlu Retno: Bagi Saya Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sudah Seorang Pahlawan

Berikutnya

Artikel Aktual