post image
Cover buku antologi cerpen Bos Besar karya Buntje Harbunangin.
KOMENTAR

Membaca cerpen karya sosok yang kita kenal, tentu alangkah lebih baiknya kita harus mencari sisi objektifnya agar tidak terperangkap menjadi pujian yang tidak membangkitkan kreativitas.

Saya akan membicarakan salah satu antologi cerpen, yakni antologi cerpen karya Buntje Harbunangin berjudul Bos Besar.

Buku ini berisi 11 cerita pendek yang ditulis di masa pandemi Covid-19. Membuktikan bahwa situasi stay at home mampu menggali bakat-bakat terpendam dari orang-orang yang secara sadar menggunakan waktunya untuk hal-hal yang produktif dan inovatif.

Cerpen yang ditulis oleh seorang yang sebelumnya tidak dikenal sebagai penulis cerpen, patut kita hargai sebagai suatu proses kreatif yang bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi pembaca yang mengenalnya.

Karena itu, jika ternyata setelah kita membaca karya itu lalu timbul inspirasi untuk kemudian menggali potensi masing-masing dan menghadirkan kepada khalayak karya tersebut, maka penulis akan disebut berhasil menularkan kreatifitasnya kepada orang lain.

Buntje Harbunangin mampu menggerakkan kreatifitas bagi orang-orang sekitarnya,terutama pembaca cerpen ini.

Sebelas cerpen menarik

Cerpen yang tersaji tentu selalu ada yang menarik dibaca dan ada juga yang tidak. Secara umum, dari sebelas cerpen semuanya menarik. Ada sisi-sisi pelajaran yang dapat dipetik, terutama sisi karakter tokoh yang ditampilkan, baik keunggulan maupun kelemahannya.

Seperti pada awal cerita, tentang Bos Besar yang diperankan oleh Wibowo Kasiman, seorang manajer pabrik baja yang berwibawa dan ditakuti oleh anak buahnya. Sampai-sampai anak buahnya ketakutan jika dalam kesempatan buang kecil di toilet perusahaan, berdekatan dengan Bos Besar. Bahkan air seni anak buahnya itu tidak mampu keluar sampai Bos Besar menyelesaikan hajatnya, karena saking takutnya.

Pabrik akan dinilai berhasil meningkatkan produksi dan oleh karena itu dinilai mampu ditingkatkan kapasitas produksinya. Dalam kerjasama dengan perusahaan Jepang, pabrik menambah jembatan baru untuk mengawasi jalannya produksi. Saat peresmian, semua pimpinan harus melalui jembatan tersebut. Tiba giliran Bos Besar melintasi jembatan itu, kakinya gemetar, keringat dingin mengucur deras, dengan mata terpejam, dan disemangati anak buah, akhirnya sampai juga di ujung jembatan.

Dengan wajah yang pucat pasi. Sejak saat itu Wibawanya hilang di mata anak buahnya. Akrophobia, takut ketinggian.

Dalam cerpen berikutnya banyak kisah tentang sesuatu yang cukup menarik yang mempunyai landasan latar belakang penulis yaitu bidang psikologi. Menggambar lekuk tubuh manusia secara detail seperti guratan cakar ayam di matanya tampak jelas.

Dalam cerpen berjudul Perasaan tidak berpikir, Pikiran tidak bisa merasa digambarkan bagaimana perempuan cantik setengah baya. Biasanya cerita-cerita lama kosa katanya lebih puitis, bak pualam bermandikan cahaya, untuk menyatakan kecantikan seorang wanita.

Lalu, dalam cerpen Sebungkus Rokok dan Serangga, terlihat subjektifitas penulis untuk menghadirkan pentingnya rokok dalam suatu pergaulan persahabatan. Dan bagian ini rasanya alur ceritanya kurang menggigit.

Segmentasi pembaca

Baik secara sadar atau tidak sadar, sebuah karya tentu akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan dan pengalaman penulisnya. Hasilnya, tentu akan mempengaruhi atau membentuk segmentasi pembacanya.

Dari sebelas cerpen, sepertinya antologi cerpen layak dibaca oleh pembaca dewasa usia matang atau setengah umur. Terutama ada muatan pengetahuan psikologi populernya.

Inti cerita dapat dirasakan sebagai kisah nyata yang terjadi di sekeliling kita, dan bahkan menjadi masalah yang sedang dihadapi. Dalam cerpen ini ada beberapa kejutan-kejutan yang menyegarkan ingatan kita. Yang penting tidak ada yang bersifat menggurui. Oleh karena itu antologi cerpen ini patut dibaca dan ditunggu karya cerpen berikutnya.

KOMENTAR ANDA

Senandung Algoritma

Sebelumnya

Baca Juga

Artikel Rumentang Siang