post image
Generasi sandwich. /Mommiesdaily
KOMENTAR

Beberapa minggu terakhir, saya terpaksa mendengarkan curahan hati kawan saya si melankolis itu yang menunda rencana bulan madunya. Ia mengeluhkan bahwa menginjak usia pernikahannya yang kelima,  ia tak kunjung berbulan madu sebab ia musti menganggarkan gajinya untuk menghidupi keluarga dua kakaknya dan ibunya yang sudah tua.

“Uang teh hilang wae,” ketusnya misuh-misuh dengan dialek Sunda. Ia merasa terbebani dengan tanggungan berlebih itu, yang secara tidak langsung menyebabkan ia harus menunda pernikahannya. Anggaran untuk menikah selalu mengalir ke rekening kakaknya.

Saya mengangguk sendiri. Kami sama-sama laki-laki, dan saya merasa kelak saya akan seperti kawan saya si melankolis itu. Saya seorang lelaki dan anak sulung yang juga merupakan bagian dari orang-orang yang kelak akan menanggung kehidupan orang tua, adik, istri, dan anak.

Lantas, saya memiliiki pertanyaan yang menggaung di kepala saya. Apakah hanya saya yang kelak akan memiliki masalah finansial seperti kawan saya si melankolis itu? Benarkah hanya saya yang kelak akan memiliki tanggungan yang sedemikian banyak?

Generasi Sandwich

Para ekonom menganalogikan masalah finansial tersebut dengan analogi sandwich. Sandwich adalah makanan yang menghimpit daging dan sayuran dengan dua buah roti lapis. Sebagaimana Sandwich, seseorang yang memiliki tanggunang finansial untuk menafkahi orang tua/keluarga dan anak-istri.

Seseorang yang mengalami masalah finansial seperti ini dihadapkan pada dilema antara tanggung jawab sebagai anak untuk berbakti kepada orang tua dan saudara dengan tugas sebagai kepala keluarga untuk  menafkahi anak dan  istri. Keduanya memang penting, tetapi alokasi anggaran pengeluaran bisa-bisa jebol dan tidak adanya tabungan untuk masa pensiun.

Prita Ghozie, CEO Zap Finance, dalam akun official youtubenya menyatakan bahwa problem finansial semacam ini adalah problem kolektif yang terjadi karena budaya. Budaya Timur mewariskan kita bahwa nafkah orang tua pada masa tuanya adalah tanggungan anak. Hal ini menyebabkan sang anak yang telah memasuki usia produktif dan telah berkeluarga memiliki masalah dalam mengelola finansial.

Menurut Mohammad Teguh dan Eko Pratomo, finacial planner Halofina, dalam akun official youtube Kompas TV, generasi sandwich tidak hanya terjadi  pada generasi milenial. Generasi sebelumnya, yakni generasi boomer, juga merupakan generasi sandwich. Masalah keuangan ini adalah rantai peristiwa yang terus terulang karena telah menjadi tradisi turun-menurun.

Solusi Menghadapi Generasi  Sandwich

Berdasarkan data kolektik dari pemaparan Mohammad Teguh, Eko Pramono, dan Prita Gozie, ada solusi untuk menghadapi masalah keuangan generasi sandwich. Solusi tersebut ada tiga.

Pertama, hal harus yang dilakukan adalah bersyukur. Bersyukur adalah bentuk sikap mengapresiasi dan menghargai diri sendiri bahwa telah diberi kemampuan finansial untuk menghidupi keluarga besar (orang tua dan saudara) dan keluarga kecil (anak-istri). Dengan melakukan ini, kita tidak akan menganggap masalah finansial ini sebagai beban dan tidak ada  perasaan untuk menyalahkan generasi sebelumnya.

Kedua, hal yang harus dilakukan adalah komunikasi. Utarakan kemampuan finansial dengan orang tua dan saudara agar alokasi anggaran tidak memberatkan kita. Jumlah dana yang telah disepakati dengan pertimbangan kebutuhan nafkah keluarga (orang tua dan saudara) dan kemampuan finansial kita akan membuat pengelolaan keuangan kita sehat.

Ketiga, kita harus melek finansial. Dengan teredukasinya kita tentang finansial, maka kita dapat mengelola keuangan dengan lebih baik. Informasi tentang finansial dapat diperoleh gratis melalui youtube atau podcast di spotify, atau dapat mengikuti seminar keuangan.

Keempat, tentukan prioritas keuangan. Dengan melakukan pembukuan finansial, kita akan memiliki pengelolaan keuangan yang tertib dan sehat. Usahakan untuk menyeleksi kembali keperluan yang penting dan segera menghentikan pengeluaran yang tidak penting, seperti kebutuan tersier.

Kelima, tingkatkan penghasilan. Kenali dan gali potensi diri yang dapat dijadikan uang. Hal ini bisa berbentuk mengajar, berdagang, dan sebagainya.

Tips Memutus Generasi Sandwich

Sementara itu, generasi sandwich yang tidak dihentikan akan terus menjadi problem yang tak berkesudahan. Generasi anak-cucu kita, yakni generasi Alpha, akan menjadi generasi sandwich pula jika kita tidak mengambil sikap.

Pengelolaan finansial yang sehat dan tertib perlu diiringi dengan menyiapkan dana pensiun minimal sebesar 20% dari penghasilan. Dengan menyiapkan dana pensiun sedari dini, kita telah menabung untuk nafkah kehidupan masa tua yang tidak membebani keuangan anak-cucu kita.

Akan tetapi, dana pensiun masih belum cukup. Dana pensiun diperuntukan untuk kebutuhan hidup sehari-hari berupa kebutuhan primer dan sekunder. Dana yang perlu disiapkan selanjutnya adalah dana kesehatan pensiun jikalau di kemudian hari kita memiliki masalah dengan kesehatan tubuh kita.

Oleh sebab itu, penyiapan dana pensiun dan dana kesehatan sangat diperlukan untuk memutus generasi sandwich. Penyiapan kedua dana tersebut dapat diperoleh melalui tabungan, deposito, obligasi, aset, dan instrumen investasi.

KOMENTAR ANDA

Irawati Hermawan: Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sangat Layak Jadi Pahlawan Nasional

Sebelumnya

Menlu Retno: Bagi Saya Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sudah Seorang Pahlawan

Berikutnya

Baca Juga

Artikel Aktual