post image
Alm. Candra Kusuma
KOMENTAR

Usep Setiawan, Alumni Antropologi Unpad 1991, mantan Ketua Human Unpad 1995-1996

DALAM salah satu aksi mahasiswa Unpad di Kampus, Jl. Dipatiukur, Bandung, tahun 1994-an, saya orasi membuka aksi. Setelah selesai saya dibisiki Bung Candra tentang satu kata yang harus diubah dalam  orasi saya, yakni kata "kegiatan" menjadi "aksi".

Dalam orasi tsb saya mengatakan, "Kawan-kawan kita mulai kegiatan kita hari ini.” Bung Candra jeli, kegiatan yang saya maksud memang aksi! Ia meluruskan saya secara langsung dalam  kelembutan.

Banyak lagi bisikan-bisikan Bung Candra yang tiba di telinga saya. Semuanya baru saya sadari hal itu sebagai realisasi dari ajaran sang guru: "Kawan yang baik adalah yang menyampaikan kritik secara langsung dan lembut.”

Bung Candra mempraktekkan kritik tanpa tidak diumbar di depan publik, dan disampaikan dengan penuh kasih sayang sebagai kawan.

Kami sempat tinggal di kostan yang berdekatan. Sering kami ngopi dan main domino tanpa uang di kostannya. Bareng Asep, Anis, Alm. Dudung, Dedy, atau Didi kami bersila main tanpa pedulikan jam. Sepanjang permainan kami saling hina sebisa kami. Rokok Sampurna gede selalu lengket di jari Bung Candra diselingi ketawa ngakak dan senyum khasnya.

Bersama Bung Candra, Ewink dkk saya merumuskan kurikulum pendidikan Keluarga Aktivis Universitas Padjadjaran (1993-1994). Saya yang seangkatan dengan Bung Candra (1991) dipercaya Asep sebagai Ketua Umum KA Unpad untuk mengelola pendidikan dan kaderisasi di organisasi kemahasiswaan alternatif di Unpad di tahun 1990-an. Mendidik dan mengubah kesadaran mahasiswa untuk berpikir hanya kepentingan rakyat adalah misi utama kami.

Kami satu fakultas di kampus, yakni FISIP di Dago lalu pindah ke Jatinangor. Ia di jurusan Administrasi Negara dan saya di Antropologi. Kami jarang diskusi soal keilmuan tapi kami sangat sering diskusi soal masalah kebangsaan dan kerakyatan. Walaupun kami memilih jalan yang berbeda dalam aktivitas setelah lulus kuliah, tapi kami saling menghormati dan menghargai pilihan masing-masing.

Kami pernah naik Gunung Geulis bersama dekat kampus dengan kawan-kawan "Partai Sayang" dan "Partai Cibeusi". Kawan Philips, alm. Dudung, alm. Yopie, Asep, Anis, Didi, Dedy, Sobirin dkk adalah anggota "partai" itu. Kerjaannya diskusi, menulis dan sesekali aksi demonstrasi di ujung era Orde Baru (1993-1998).

Satu hal yang saya ingat dari sosok Bung Candra, ia selalu punya pertanyaan kritis untuk bahan diskusi. Dalam gaya bahasa yang mudah ditangkap kerap ia lontarkan ide untuk didiskusikan. Misalnya menuliskan kisah pendidikan sex dalam radio di Bandung dan dunia akademik di kampus. Seingat saya idenya ini jadi tulisan heboh dalam  buletin "Soeara Sospol" edisi tahun 1996-an.

Saya melihat Bung Candra sebagai sosok yang religius. Sewaktu kostan dulu, saya kerap melihat ia sholat dan mengaji. Sajadah selalu bertengger di kursi kamar kostannya. Pernah ia berseloroh, "Dari pada ngegosip ngabisin waktu gak jelas, lebih baik membaca Al-Quran.”

Suatu waktu pernah dalam  perjalanan menuju reuni KA Unpad (2012) dari Jakarta ke Jatinangor, ia kehilangan HP saat pipis di pinggir tol. Kami panik dan usul kembali ke tempat ia pipis. Ia sempat menolak.

Singkat kata kami kembali dan HP nya gak ketemu. Kami semua tegang. Tapi ia tetap tenang dengan senyam senyum ia bilang: "Gak ape-ape, emang sudah waktunye,” dalam logat betawi khasnya Bung Candra.

Ia baik hati dan tidak sombong dalam arti yang sesungguhnya. Ia tidak terlihat ingin menonjolkan diri dari yang lain. Tutur sapanya selalu lembut, pribadi yang ramah dan murah senyum. Ia memberi makna bahwa perkawanan dalam  perjuangan menegakan kebenaran itu abadi dan lebih utama dari pada apapun yang lain-lain.

Kini Bung Candra sudah berpulang. Tuhan yang maha pengasih dan penyayang memanggilnya di hari Jumat yang baik setelah sakit cancer yang parah mengantarkannya pd perjalanan pulang.

Lima hari lalu saya sempat berkirim pesan ke dia:

[14/2 18:07]: Assalamualaikum bro Candra. saya dengar dirimu sdg dirawat di RS. Semoga dirimu kuat dan segera sehat kembali. Doa kami sepenuh hati untukmu. Salam hangat --Usep.

Singkat ia menjawab:

[14/2 20:34]: Waalaikum salam. Nuhun Sep, kapan waktu main ke rumah ya...

Kini tak bisa lagi kami bertegur sapa. Saya berdoa semoga arwahnya diterima Allah SWT dalam  keadaan damai dan bahagia yang tiada batas ruang dan waktu. Selamat jalan kawan. Kami akan merindukanmu.

KOMENTAR ANDA

Kabar Duka, A.R Wahab Meninggal Dunia

Sebelumnya

Yophiandi Kurniawan

Berikutnya

Artikel Alumni