post image
Bekerja sebagai freelancer memiliki seninya sendiri, tantangannya sendiri, serta keasyikannya sendiri.
KOMENTAR

Sudah setahun ke belakang ini aku memutuskan untuk kembali bekerja secara freelance setelah 5 tahun lebih bekerja kantoran. Awalnya tidak mudah ya, mengubah ritme dari kerja kantoran menjadi kerja freelance. Apalagi waktu kerja kantoran dulu, aku tipe pekerja yang I give my self, my life, and my everything for the work (jangan ditiru ya), sehingga aku hampir tidak pernah pulang dari kantor ketika hari masih terang, selalu ketika matahari sudah tidak menampakkan dirinya, bahkan kadang sampai a very late at night atau bahkan menginap kalau sedang mengisi diskusi di komunitas.

Sabtu – Minggu pun aku jarang libur karena masih melakukan pekerjaan-pekerjaan kantor. But I was happy and I did it with sooo much pleasure because I loved what I was doing, so I did enjoy it!

Nah, ketika kemudian aku meninggalkan pekerjaan kantoran dan beralih ke pekerjaan freelance, tentu banyak perubahan, dan awalnya itu sangat tidak mudah. Ya, di mana-mana perubahan kebiasaan dan pergeseran dari zona nyaman itu selalu tidak pernah mulus dan semudah membalikkan tangan, selalu ada masa-masa transisi, terutama ketika mental kita masih mental yang lama a.k.a. mental kerja kantoran.

Apa yang aku maksud dengan mental kerja kantoran? Salah satunya ketika aku masih menerapkan “jam kerja” yang pasti untuk diriku, hanya bedanya tidak dilakukan di kantor saja. Atas nama kedisiplinan dan menghindari perasaan bersalah (nah ini yang lucu), aku menetapkan standar untuk diriku sendiri bahwa walaupun secara freelance, aku harus bekerja dari jam 9 pagi hingga jam 5 sore.

Tapi anehnya kalau aku masih bekerja di malam hari dan di Sabtu – Minggu itu tidak apa-apa karena itu aku anggap sebagai lembur, mungkin karena sewaktu kerja kantoran dulu aku terbiasa seperti itu.

Mental kerja kantoran yang selanjutnya adalah ketika aku sedang tidak mendapatkan pekerjaan, aku merasa bersalah dan kebingungan, panik, sehingga langsung sibuk-sibuk mencari-cari pekerjaan. Padahal kalau pekerjaan lagi datang bersamaan dan bertumpuk-tumpuk aku tetap terima semuanya dengan konsekuensi jadi lembur-lembur.

Tapi giliran pas lagi selo karena sedang tidak ada pekerjaan datang, aku malah tidak menikmatinya dan justru panik dan galau. Terdengar tidak adil ya pada diri sendiri. Selanjutnya, aku masih sering bersedih hati ketika di akhir bulan tidak ada transferan, seolah melupakan transferan-transferan yang sudah datang sebelumnya, di awal bulan, di tengah bulan, dan sebelum akhir bulan. Manusia ya, yang bagus-bagus saja cepat lupa, giliran yang susah-susah, terlalu didramatisir.

Eits, tapi itu dulu, masa lalu! Sekarang sudah tidak seperti itu lagi. Mentalku sekarang sudah mental kerja freelance. Hasil dari proses berguru pada teman-teman freelancer-ku yang keren-keren, hehehe. Jadi sekarang aku berpikir, kalau aku kerja freelance tapi masih menetapkan jam kerja seperti kerja kantoran hanya tempatnya saja dipindah ke rumah, terus apa gunanya dong aku kerja freelance, kerja kantoran sekalian saja kalau begitu.

Akhirnya aku mulai melakukan hal-hal yang dulu tidak pernah bisa aku lakukan sewaktu masih kerja kantoran, seperti ke pantai di hari Senin pagi, nonton bioskop siang-siang pada hari kerja, jalan-jalan ke mall atau ke toko buku di siang bolong, pulang ke rumah orangtua di hari kerja dan tidak perlu buru-buru balik ke Jogja, dan hal-hal semacam itu.

Dan uuh wow, asyik sekali rasanya tidak perlu berdesak-desakan dan berbagi tempat-tempat itu dengan terlalu banyak orang, sepiiiii dan no antri. Atau kalau sedang bosan dengan pemandangan ruang kerja di rumah dan coworkers (baca: para meong) yang selalu heboh, just grab your laptop dan pindah ke warung kopi dekat rumah, sendiri maupun dengan teman, it’s all good.

Juga, ketika aku sedang tidak ada pekerjaan, aku tidak lagi merasa bingung dan panik. That’s the art of freelance working, baby! Aku malah jadi bisa memanfaatkan waktu-waktu luang itu dengan maksimal. Seperti kata suamiku, free time is privilege. Jadi banyak sekali ya yang bisa kita lakukan dengan waktu-waktu luang kita.

Dari mulai yang berfaedah seperti menulis of course, membaca tumpukan buku yang belum sempat kubaca, bertemu teman-teman lama, membangun jaringan baru, mengikuti acara-acara untuk capacity building, beres-beres rumah, dan terutama untuk melakukan kerja-kerja voluntary alias kerelawanan.

Atau yang tidak berfaedah seperti ke Cinema XXI setiap hari, nonton Bohemian Rhapsody di bioskop sampai tiga kali atau Avengers Endgame di bioskop sampai empat kali (seriously!), marathon nonton serial favorit, stalking cute photos and videos di YouTube dan Instagram in the name of research untuk tulisan selanjutnya, hahaha (bisa saja ya cari-cari alasannya), hunting makanan enak, mendatangi minimarket-minimarket lokal kecil di Bantul untuk lihat-lihat barang-barang lucu nan murah, jogging, dan masih banyak lagi. That’s the art of freelance working, baby!.

Hal yang paling penting adalah tetap bertanggung jawab dan menjaga integritas. Ketika pekerjaan sudah datang, you know what you should do. Ketika deadline sudah mendekati garis akhir kematiannya, lembur dari pagi sampai malam sampai pagi lagi juga ayo, pokoknya seperti kata Pak Jokowi: kerja, kerja, kerja!.

Ini klise sih, tapi manajemen waktu dan manajemen mental adalah koentji, asyiikkk! Dan seperti nasihat dari salah seorang teman freelancer yang selalu kuingat, ketika kita kerja freelance dan apalagi freelancer kerja-kerja kreatif, menyediakan waktu luang untuk melakukan hal-hal seperti yang kusebutkan di atas itu perlu dan harus malah, karena itulah yang akan menjaga diri kita supaya tetap kreatif dan inovatif.

Jadi itu sama sekali bukan buang-buang waktu, karena masa-masa kita enjoying our free time dengan melakukan segala hal baru dan kadang konyol itulah yang akan membuat kita tetap kreatif dan inovatif ketika saatnya pekerjaan datang dan kita harus kerja, kerja, kerja! Get my point, dear?!

Bekerja freelance juga membuatku semakin religius, eaaa, dalam artian percaya banget kalau rejeki sudah ada yang mengatur. Selama kita mau terus berusaha dan selalu berpikir positif serta penuh semangat, Tuhan tidak akan pernah lupa untuk membukakan pintu rejeki bagi kita.

Percaya rejeki sudah ada yang mengatur ini akan membuat hidup kita jauh lebih bahagia dan enjoyable, believe me! Kalau pas pekerjaan yang datang banyak kita syukuri rejeki yang berlimpah itu, kalau pas pekerjaan yang datang sedikit kita syukuri juga berarti jatah rejeki kita memang lagi segitu, dan kalau pas tidak ada pekerjaan yang datang ya tetap kita syukuri, kan rejeki itu bukan hanya soal uang saja, bisa melakukan hal-hal yang aku sebutkan di atas itu kan juga rejeki, yeee kan?! Pada masa-masa seperti itu, aku selalu punya keyakinan bahwa nanti juga bakal ada pekerjaan datang lagi, santai saja, Tuhan tidak akan melupakan kita.

Cara berpikir seperti ini juga membuatku tetap santai dan biasa saja ketika harus menolak sebuah pekerjaan ketika waktunya tidak pas atau karena ada alasan-alasan lain. Karena berarti ya memang itu belum rejekinya, dan nanti pasti akan ada pekerjaan lain yang datang kalau memang sudah rejeki kita. Iya ga sih? Yes, once again, that’s the art of freelance working, baby! 

KOMENTAR ANDA

Irawati Hermawan: Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sangat Layak Jadi Pahlawan Nasional

Sebelumnya

Menlu Retno: Bagi Saya Prof. Mochtar Kusumaatmadja Sudah Seorang Pahlawan

Berikutnya

Artikel Aktual