post image
Beberapa warga Italia bernyanyi dari atas balkon apartemennya untuk menyemangati negaranya yang tengah menghadapi krisis wabah virus corona / foto: wjs.com
KOMENTAR

Italia menjadi salah satu negara yang terdampak cukup parah oleh wabah Covid-19. Lombardia yang beribukotakan Milan, menjadi wilayah yang paling terpukul dan dianggap sebagai episentrum penyebaran virus corona di Italia. Kota-kota utama di wilayah ini yang terkonfirmasi memiliki pasien eksponensial berawal di Codogno lalu disusul dengan Milan, Bergamo, dan Cremona.

Virus corona awalnya tampak seperti flu biasa pada pasien yang memiliki imun yang bagus dan kebanyakan pasien bisa sembuh dengan sendirinya setelah menjalani karantina mandiri dan terapi istirahat serta asupan vitamin C.

Akan tetapi, pada kasus pasien tertentu, virus corona bisa menjadi penyakit mematikan, terutama pada mereka yang punya riwayat penyakit lainnya. Tidak sedikit anak muda yang harus menjalani perawatan hingga dilarikan ke ICU, meski sebelumnya telah pulih dari Covid-19. Mereka harus belajar berjalan dan menerima kenyataan bahwa organ tubuhnya mengalami cacat akibat serangan virus corona.

Italia secara umum umpama pasien kritis, tersungkur di ruang ICU dengan semua alat bantu medis yang paling canggih, bahkan bisa terkapar parah selama 10 pekan. Demi menyelamatkan jiwa seorang pasien yang hampir terminal, tim medis terpaksa memberikan obat bius agar pasien tidak terlalu banyak kehilangan energi dan bisa fokus pada gerakan organ vital.

Pemerintah Italia segera membuat skema penyelamatan dengan menerapkan Fase 1, 2, dan 3. Fase 1 yaitu fase kritis dan akut yang menunjukkan grafik kematian dan angka infeksi terus naik.

Fase 2 yaitu ketika grafik mulai turun. Sayangnya pada saat memasuki fase 2, Italia juga tidak mendapat insentif ekonomi dari Uni Eropa. Bahkan sempat ada drama jika Italia mengancam akan keluar dari Uni Eropa.

Dalam keadaan seperti itu, Italia harus mencari jalan keluar. Fase 2 akhirnya (seolah-olah) dipecah menjadi fase 2A dan 2B, yaitu fase ketika Italia mulai membuka pelan-pelan karantina agar denyut ekonomi bisa sedikit digenjot. 

Pada fase 1, sektor vital tetap bergerak dan mendukung seluruh roda kehidupan Italia agar mati sama sekali. Lombardia yang terkena sakit paling parah, semacam makan buah simalakama, karena pada saat yang sama wilayah ini menjadi penopang ekonomi Italia.

Industri dan sistem penopang logistik berpusat di Lombardia. Itulah sebabnya kota tersebut harus tetap bergerak meski ditimpa kemalangan luar biasa. Lombardia tetap harus berperan penuh dalam menyokong ekonomi Italia. Sementara sektor pariwisata dan non vital telah mati suri, sektor industri yang mendukung pangan, dan kesehatan diminta untuk tidak berhenti beroperasi.

Industri fashion, turun tangan menjadi produsen Alat Pelindung Diri (APD) bagi petugas kesehatan. Di region-region lain, seperti industri mobil juga ikut berkontribusi dengan membuat pompa pernafasan. Industri parfum memproduksi zat pembersih tangan untuk keperluan rumah sakit. Hal itu sampai menciptakan gurauan bahwa biar pasien yang dirawat di ICU setidaknya maskernya mereknya Armani, gel pembersih tangan mereknya Bulgary, dan pompa pernafasan mereknya Ferrari atau Lamborghini.

Sementara itu, warga yang bergerak pada sektor non vital, diberikan hak untuk melindungi diri dan diam dengan keluarga di rumah masing-masing. Pemerintah jungkir balik mencari insentif untuk pengusaha dan warga yang kehilangan proyek, dan pekerjaan selama karantina diterapkan. Dengan segala kekurangan dan kelebihannya, Italia mencoba menerapkan komitmen dalam melindungi warganya.

Pro dan kontra terhadap pemerintah ramai di media massa, parlemen tak kurang jadi bahan keributan dan kemarahan atas ketidakpuasan mereka terhadap kinerja pemerintah.  Ya mau bagaimana lagi, negara mana yang siap menghadapi pandemi?.

Kendati demikian, di luar sana, ada panggilan untuk berbakti pada negara dan sesama. Mereka yang merasa terpanggil untuk membantu, masuk dalam korps-korps sukarelawan dan ikut ambil bagian. Sekitar 500 panggilan perawat dijawab oleh 9000 responden yang bersedia berkontribusi untuk negara. Sungguh langkah mulia.

Segala tetek-bengek, hiruk-pikuk, pro kontra politik, dan masyarakat yang ignorance dibungkam dengan prinsip sederhana tapi efektif dan jelas. Musuh kita Covid-19, selamatkan jiwa sebanyak mungkin, maka ekonomi akan kembali bergulir bila nyawa selamat.

Jelas, harga mahal harus dibayar untuk prinsip ini, mencari utang dan berutang pun mau tak mau jadi pil pahit yang harus ditelan.

Pemerintah Italia juga dengan tegas menyebutkan, "Tidak ada obat instan untuk masalah pelik ini. Kita akan masuk masa ekonomi paceklik seperti zaman perang. Semua ancang-ancang mengetatkan ikat pinggang. Tidak ada nina bobo yang menyebutkan setelah mimpi buruk kita akan masuk ke taman kencana."

Perusahaan-perusahaan mengkalkulasi dan mengatakan bila ini terus berlangsung sampai Juni 2021, mereka terpaksa akan mengajukan klaim bangkrut. Dalam dukacita, warga terkesiap dalam keheningan yang tak terbayangkan hanya suara ambulans yang meraung-raung di luar sana.

Sekolah tutup hingga September, sekolah virtual menjadi program nasional. Lembaga statistik langsung bekerja dan melaporkan, 4 dari 10 keluarga di Italia selatan tidak punya komputer. Kementrian pendidikan dan pemerintah lokal jungkir balik mencari solusi agar anak-anak bisa tetap mengakses program pendidikan. Akhirnya, siaran televisi jadi salah satu pilihan terbaik.

Warga tersungkur dan tiarap dalam gaya hidup dormant, asal bisa bernafas dan makan cukup nutrisi, sudah dirasa cukup. Kami menghindari makanan mewah, karena prinsipnya adalah bertahan dalam kesusahan. Bisa hidup saja sudah syukur, masih mending kalau tidak sakit dan keluarga tidak ada yang terbaring di bangsal Covid-19.

Dalam krisis kesehatan ini, pandangan hidup jadi berubah. Hal-hal yang dulunya tak jadi isu sekarang masuk dalam list utama. Berita-berita dari para penyintas Covid-19 memberikan pesan yang jelas, bisa bernafas saja sudah beruntung, karena mereka kesulitan menghirup oksigen, padahal alat bantu sudah yang paling canggih.

Hidup dalam karantina sangat surealis, tidak bisa dibayangkan ada satu negara yang nyaris berhenti berdenyut selama 10 minggu. Barisan peti mati mengular, rumah sakit-rumah sakit disulap menjadi ICU, jalanan kosong, dan binatang-binatang bermigrasi ke pusat kota-kota yang lengang oleh aktivitas manusia, gereja hening dan lantai Piazza Santo Petrus Vatican yang memantulkan pilar-pilar megah kosong karena tidak ada peziarah yang boleh datang.

Lantunan gitar elektrik dari Piazza Novena yang disambut bendera Italia yang berkibar-kibar, tepuk tangan, dan nyanyian dari balkon diiringi teriakan semangat "Forza Italia" dan lukisan pelangi dengan pesan Tutto Andra Bene (semua akan baik baik saja) Seperti mimpi buruk yang indah. Sulit dijabarkan dengan kata-kata.

Ketika grafik kasus virus corona akhirnya turun perlahan, Italia bagai pasien yang boleh menghirup nafas tanpa ventilator, meski virus belum bertekuk lutut.

Dalam terapi penyembuhan, Italia mulai memberanikan diri untuk melakukan aktivitas. Perdana menteri Italia pada 27 April 2020 langsung berangkat ke Genova, membuka proyek perbaikan jembatan yang sempat terhenti karena ada pekerja yang terinfeksi virus corona.

Melanjutkan pembangunan jembatan seolah menjadi simbol kebangkitan Italia dan kembali merangkai kehidupannya, kembali pada dunia nyata, dan siap tampil memukau dengan karya-karyanya.

Memasuki fase 2, pembukaan dilakukan bertahap. Warga sudah boleh bertemu dengan keluarganya. Kemudian pada pekan selanjutnya, warga boleh bertemu dengan keluarga yang lebih jauh misalnya paman, bibi, tante, nenek yang berbeda rumah.

Tapi pergerakan masih sangat dibatasi. Kegiatan lintas wilayah belum diperbolehkan kecuali untuk urusan yang sangat mendesak dan disertai dokumen formal.

Kegiatan ekonomi tidak serta-merta bisa beroperasi semua, karena harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi lokal. Pertama yang diperbolehkan beroperasi adalah toko buku dan alat tulis. Ya, pendidikan adalah sektor paling penting. Diikuti dengan toko peralatan bayi, karena kebutuhan bayi sangat spesifik, misalnya popok, dot, alat mandi, dan bubur bayi.

Kemudian restoran, bar, dan kafe kembali beroperasi dengan menggunakan sistemnya take away, lalu berangsur diikuti toko dan mall. Jadi tidak semua beroperasi secara bersamaan, ada jeda satu dua minggu dari setiap tahap sambil melihat tendensi grafik yang tercipta.

Selain itu, kegiatan olahraga di luar ruangan akhirnya bisa dilakukan kembali, tapi tetap dengan mengenakan masker dan harus mandiri tidak dalam kelompok.

Milan, ibu kota Lombardia, membuka kehidupan malam untuk pertama kalinya, pada Minggu, 24 Mei 2020, setelah dormant hampir tiga bulan. Sebagai pembuka hidup baru, konser tahunan Milano Piano City tampil anggun dan denting piano dimainkan dari semacam sepeda roda tiga.

Ini salah satu cara yang dilakukan panitia, agar konser tidak diam di tempat dan tidak menimbulkan kerumunan. Lagu-lagu rock-pop menjadi pembuka, penyemangat hidup baru. New normality akan jadi new life style dan grafik sepertinya berpihak pada kita.

Mohon doa, semoga Italia bisa bangun dari mati suri dan kembali memberikan senyum berseri.

 

Rieska Wulandari, Milan, Italia.

KOMENTAR ANDA

Selamat Jalan Bung Candra

Sebelumnya

Kabar Duka, A.R Wahab Meninggal Dunia

Berikutnya

Artikel Alumni