Beberapa saat yang lalu, aku dan suamiku bertemu dengan temanku dan suaminya serta anaknya di Puncak Suroloyo, Kulon Progo, untuk ngopi-ngopi kopi Suroloyo langsung di sumbernya (literally, karena warung kopinya berada persis di tengah-tengah kebun kopinya).
Anyway berjam-jam penuh kualitas pun kami lewati dengan saling berbagi dan saling bercerita, dengan tema super random. Hinga tiba-tiba tema beralih ke soal tren menggilai semua yang serba Korea yang beberapa tahun terakhir ini jamak terjadi di Indonesia, yang aku dan temanku ini sepakat bahwa kami sama sekali tidak tertarik dengan trend tersebut.
“Sampai katanya ada istilah, semua akan Korea pada waktunya, tapi aku kok engga ya,” kataku, dan langsung disepakati 100 persen oleh temanku.
Kemudian kami para ibu-ibu ini mengamini bahwa kami tidak suka karena para laki-lakinya cantik-cantik (jauh lebih cantik dari kami), bibirnya merah muda, dan mereka kejar-kejaran dengan teman sesama laki-lakinya mengitari sofa ruang tamu (kami merujuk pada iklan Tokopedia yang diperankan oleh boyband BTS yang sering kami lihat di bioskop sebelum film dimulai).
Soalnya kami tidak bisa membayangkan kalau para suami kami saling berkejar-kejaran mengitari sofa, walaupun itu dengan alasan takut dengan kecoak terbang, hahaha. Tentu saja semua yang aku sebutkan di atas itu adalah konstruksi gender ya, karena kami selama ini tidak dibiasakan melihat cowok-cowok cantik dengan bibir warna pink dan berlarian saling kejar-kejaran mengelilingi sofa ruang tamu. Karena itu tidak ada salahnya, itu cuman soal pembiasaan aja, dan sebenarnya bisa diubah, namanya juga gender bukan kodrat.
Aku menambahkan bahwa aku juga tidak suka menonton film-filmnya baik film lepas maupun serialnya, karena selalu ada adegan sedih berlebihan, terlunta-lunta berlebihan, atau tiba-tiba terkena leukemia atau hilang ingatan, dan temanku menyetujuinya bahwa kenapa sih di film-film Korea semuanya selalu dibuat hiperbolik dan berlebihan, menderita berlebihan, kaya berlebihan, rumit berlebihan, dan lain-lain.
Karena ini obrolan random, tiba-tiba aku pun beralih membicarakan bahwa setelah selama ini hampir setiap hari nonton film-filmnya Eddie Redmayne (aku adalah fans garis keras aktor asal Inggris peraih Piala Oscar itu), beberapa hari yang lalu aku sempat beristirahat selama 3 hari dan selama itu karena aku sedang pulang ke rumah orangtuaku, aku nontonnya FTV Indosiar yang soundtrack-nya “Kumenangis, membayangkan betapa kejamnya dirimu atas diriku” yang diulang-ulang sejuta kali, dan dalam satu hari bisa ada entah 3 atau 5 atau lebih episode FTV “Istri yang Tersakiti” yang diputar di TV dengan durasi masing-masing 1,5 jam itu.
Dan karena menemani mamahku, aku nonton sebanyak 2 atau 3 episode per hari selama 3 hari kemarin itu. “Otakku bingung deh jadinya, aku sama sekali tidak bisa memahami” keluhku dengan banyaknya adegan-adegan tidak masuk akal seperti berantem mulut lalu sedikit dorong-dorongan lalu jatuh pelan di atas karpet dan langsung meninggal dunia itu, hehehe.
Kemudian suamiku mengatakan bahwa kalau aku belum bisa memahami apa menariknya trend Korea ataupun FTV “Kumenangis” itu berarti level toleransi dan saling memahamiku masih rendah, karena semua itu tentu ada segi menariknya masing-masing kalau kita mau mencoba mengikutinya dan memahaminya.
Benar juga sih kataku, semua ini soal PREFERENSI atau kesukaan/kecenderungan, yang masing-masing orang berbeda dan tidak ada yang lebih baik ataupun lebih buruk, pun setiap orang tidak mesti menjelaskan juga kenapa dia lebih prefer satu hal dibanding hal yang lain. Karena seperti temanku selalu bilang, di dunia ini ada 7 milyar manusia maka berarti ada 7 miliar selera yang berbeda-beda juga. Dan itu yang membuat dunia ini menarik dan seru, dan ingat tidak ada yang lebih baik ataupun lebih buruk, ini hanya soal preferensi saja.
Preferensi ini juga memiliki kaitan yang erat dengan referensi. Artinya kenapa kita bisa prefer satu hal dibanding yang lain itu tidak terlepas dari sejarah hidup kita yang di dalamnya ada peristiwa-peristiwa yang kita alami, kesedihan dan kebahagiaan, serta tontonan, bacaan, musik yang kita konsumsi dari sejak kita lahir, kita kecil dan bertumbuh, cara kita dibesarkan dan diasuh, orang-orang yang kita temui di sepanjang perjalanan hidup kita, dan seterusnya. Hal-hal tersebut akan sangat mempengaruhi preferensi atau pilihan kita pada suatu hal.
Bisa jadi aku mengatakan aku tidak suka film-film Korea karena di situ selalu ada adegan hilang ingatan atau leukemia, para pecinta film Korea akan mengatakan kalau mereka tidak suka film-filmnya Eddie Redmayne karena di situ selalu ada cerita tentang sejarah Kerajaan Inggris, iya kan? Bisa jadi juga ketika aku dan temanku mengatakan kami tidak suka cowok Korea karena bibirnya pink dan kejar-kejaran di sofa, para pecinta cowok Korea juga mengatakan mereka tidak suka Eddie Redmayne karena wajahnya penuh freckles dan logat British-nya terdengar konyol. Bisa saja kan, ini kan soal preferensi saja.
Ada juga teman dekatku yang lain yang aktor idolanya adalah Jason Momoa karena berbadan besar dan atletis, sementara aku justru tidak suka dengan Jason Momoa dengan alasan yang sama, karena dia berbadan besar dan atletis, dan lebih suka dengan yang berbadan kecil dan kurus seperti (lagi-lagi) Eddie Redmayne atau Freddie Mercury di tahun 1970an. Again, semua soal preferensi dan soal selera saja kan, dan tidak ada satupun yang berhak mengatakan bahwa yang satu lebih baik atau lebih buruk dibanding yang lain.
Dan sebenarnya tidak perlu dikotomis atau mempertentangkan segala hal juga sih. Aku adalah pecinta lagu-lagu Queen garis keras (dari mulai umur 8 tahun hingga sekarang umur 38 tahun) tapi tidak berarti sesekali aku tidak bisa menikmati lagu-lagu ambyar-nya alm. Didi Kempot kan? Aku ngefans abis sama Eddie Redmayne bukan berarti aku tidak setiap hari ngecek Instagram-nya Ucup Klaten menanti-nantikan video terbarunya bersama Mbok Minto kan? Aku suka film-film Eropa atau film-film pemenang festival bukan berarti sesekali pas aku pulang ke rumah orangtuaku atau main ke rumah tetanggaku aku tidak bisa menemani mamahku atau tetanggaku menikmati dan ikut gemas melihat FTV “Kumenangis membayangkan betapa kejamnya dirimu atas diriku” kan? Hahaha.
Mungkin besok-besok akan ada film Korea atau serial Korea atau cowok Korea yang membuatku tertarik, bisa saja kan, dan bisa juga tidak, dan itu tidak masalah. Karena lagi-lagi, tidak ada selera yang lebih baik ataupun lebih buruk, semua hanya soal preferensi atau soal selera/kecenderungan saja, dan juga tidak perlu didikotomiskan atau dipertentangkan, karena justru itulah yang membuat dunia ini indah dan penuh warna.
KOMENTAR ANDA